Saat ini sering sekali terjadi ketika ada agen yang menawarkan asuransi, langsung kebanyakan dari kita akan menjauh. Bahkan tak jarang beberapa diantara kita memandang negatif para agen asuransi tersebut.
Tentunya hal tersebut terjadi bukan tanpa alasan. Pengalaman buruk keluarga, kerabat atau teman dalam menggunakan asuransi sering sekali diposting di media sosial. Dengan mudah para pengguna asuransi menumpahkan uneg-uneg-nya.
Tak puas posting di akun media sosialnya, beberapa diantaranya bahkan menuliskan keluh kesah dalam menggunakan asuransi pada kolom surat pembaca di media mainstream. Keluh kesah yang dituliskan-pun beragam mulai dari tidak dipenuhinya hak nasabah, sampai uang nasabah dibawa lari agen.
Situasi inilah yang membuat asuransi makin dijauhi orang. Bisa jadi ini berangkat dari ketidaktahuan orang seputar asuransi. Asumsi ini diperkuat hasil Survei Nasional Literasi Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2013.
Survei itu menyimpulkan hanya dua dari 10 orang yang paham manfaat asuransi. Mirisnya, hanya satu dari 10 saja yang terproteksi asuransi. Dari situ, OJK menilai bila rendahnya orang berasuransi karena pemahaman dan pengetahuan seputar produk asuransi sangat rendah.
Asuransi adalah investasi?
Asumsi lainnya dari keengganan orang berasuransi karena dianggap investasi. Ketika beli polis asuransi, orang berharap ada imbal balik berupa keuntungan secara instan dan dalam waktu singkat.
Jelas pemahaman itu keliru dan perlu diluruskan. Asuransi yang dimaksud di sini tentu saja bukan investasi yang menghasilkan imbal balik pasti kayak reksa dana atau deposito.
Meski pun ada produk asuransi yang mengembel-embeli dengan investasi. Tapi pada pokoknya, investasi itu digunakan untuk jaminan keberlangsungan proteksi.
Kerancuan pemahaman seputar asuransi ini mungkin disebabkan minimnya akses informasi mengenai asuransi. Kalau ini pangkalnya, tak perlu gusar lagi karena sekarang ada portal khusus asuransi yang dikelola oleh broker asuransi Indonesia.
Portal tersebut ditujukan untuk memberi informasi selengkap-lengkapnya kepada masyarakat tentang asuransi. Tambahan lagi, di portal tersebut biasanya juga menyajikan produk banyak perusahaan asuransi baik asing maupun dalam negeri.
Coba saja ketikan kata kunci asuransi kesehatan syariah pada Google, maka ratusan portal dengan topik asuransi akan memberikan info detail dan juga positif terkait asuransi tersebut. Bila tertarik, masyarakat dapat pula bertransaksi langsung di portal tersebut. Transaksi ini bisa disebut sebagai bagian dari mulai menggeliatnya tren asuransi digital di Indonesia.
Maksud dari tren asuransi digital di sini adalah pembelian produk asuransi tak perlu lagi melibatkan agen asuransi. Calon nasabah dapat langsung membeli secara online produk yang sesuai dengan tingkat risiko dan kemampuan finansial.
Ngetrennya asuransi digital ini ikut disokong dengan makin meluasnya penggunaan ponsel pintar baik berplatform Android maupun iOS.
Portal khusus asuransi bisa menjadi media tepat memberi pemahaman secara luas tentang manfaat dan prinsip kerja dan produk asuransi. Harapannya, perlahan-lahan akan muncul kesadaran masyarakat tentang pentingnya memiliki proteksi asuransi untuk menekan risiko finansial di masa depan.
Biar jangan kalah sama orang di negara tetangga yang sudah melek asuransi. OJK sebut penetrasi asuransi di Indonesia baru 2,14%. Beda jauh banget dengan Malaysia yang sudah 4,9% dan Thailand 4,7%. Lebih tertinggal lagi sama Singapura yang mencapai 6,3%.
Terus yang tak kalah penting, beli produk asuransi itu enggak bikin tongpes alias kantong kempes. Sudah banyak produk asuransi yang disesuaikan dengan kemampuan finansial masyarakat.